Ketika mulut tak bisa berkata, maka kuungkapkan semua dalam rangkaian kata

Minggu, 29 Januari 2017

Hello, You

Matahari menerobos masuk kala tanpa sadar retinaku menangkap kehadiranmu. Berbekal lensa kamera kita mengabadikan alam yang memberi keindahannya. 

"Excuse me? Hai, could you help me to take a picture of us?" kata wanita yang kusebut sebagai kakak, menunjuk aku dan mama yang berdiri menyunggingkan senyum. 

Kau memalingkan mukamu dari sesuatu yang sedari tadi kau pegang.

"Oh, sure," jawabmu, dengan lekuk senyum dan surai coklat kehitamanmu.

Detik-detik selanjutnya, semuanya berjalan seperti orang asing pada umumnya: memotret, melihat hasilnya dengan "its alright"ku (walau sedikit kecewa karena backlight), dan berterima kasih.

Sederhana, bukan?

Tapi ada suatu hal yang membuatku tergerak. Maksudku...ah entahlah. Aku tidak bisa menjelaskannya secara sederhana.

Kala itu kita bertemu lagi, di sisi lain di taman itu. Dengan keindahan alam dan cerahnya hari itu, aku mengabadikan alam. Hei, aku tidak melebih-lebihkan. Hari itu memang luar biasa indah, bukan?
Beberapa karyawan membersihkan lingkungan taman itu, menyisakan beberapa bunga teratai yang masih tumbuh dengan indahnya. Dan, klik! Tanpa berpikir panjang aku memotretnya.

Sesungguhnya aku tahu kau ada di ujung jalan itu, berjalan ke arah yang berbeda denganku. Tapi siapa yang sangka bahwa ternyata kita saling memerhatikan? Karena setelah kita berpapasan (dan aku dengan bodohnya pura-pura tidak melihatmu), kau juga memotret teratai itu!

Tenang, aku tahu itu mungkin hanyalah kebetulan yang kuharap benar adanya. Aku sendiri tahu bahwa teratai itu menarik, apalagi warnanya yang luar biasa cantik.

Aku tidak berharap terlalu jauh karena pada akhirnya (kecuali Tuhan berkehendak lain), hanya satu kesempatan itu yang kupunya untuk menemuimu.

Hahaha! Sudahlah. Anganku terlalu jauh untuk menggapaimu dan menjadikanmu sebagai teman penaku.

Tapi maksudku menuliskan ini adalah ingin menunjukkan rasa terima kasihku. Berada di tengah kerumunan orang asing membuatku sedikit tak nyaman, dan nyatanya kehadiranmu yang (mungkin) memerhatikanku membuatku serasa terhempas ke langit ke tujuh (yaa..walau aku sendiri tak tahu dimana letaknya langit ke tujuh).

Itu saja, mungkin? Walau aku yakin kau tak akan mungkin pernah melirik tulisan acakku ini, tapi kuharap rasa terima kasihku lewat seruan doa tersampaikan padamu, terataiku.;)




Sabtu, 07 Januari 2017

Rindu

Senja dan hujan.
Dua gerbang rindu yang selalu membawaku pada rasa syukur berujung perih.

Hangatnya senja memaksa masuk pada memori otakku dan memainkan tawa renyah kita yang dulu terukir pada hal-hal bodoh dan konyol, sedang rintik hujan mengalirkan titik-titik penyesalan dan mengubahnya menjadi titik-titik airmata.

Lalu, hujan di kala senja?
Maka aku menangisi tawa. Yaa, terkadang aku menertawai tangis. Tergantung bagaimana cara kenangan menikam aku dengan seenaknya.

Perlahan, dengan tertatih, kututup gerbang rindu itu dan memasuki gerbang baru. Mencampakkan senja dan hujan yang bergantian meruntuhkan tiap bata merah yang kususun untuk menciptakan gerbang baru.

Tunggu, kau mengertikan maksud dari perkataanku? Maaf, bukan maksudku merendahkan IQ-mu atau apapun itu. Hanya saja terakhir kali aku mengatakan penjelasanku padamu, maksudku malah tidak tersampaikan.

Maksudku--ya, arti perkataanku tadi--adalah aku yang kali ini adalah aku yang meninggalkanmu dan memulai yang baru! Kau paham? Apa masih perlu kuulangi?

Tidak apa-apa, aku tahu memulai yang baru berarti mempersiapkan diri pada akhir kisah yang sama. Daripada aku terus hidup untuk merindu dan mengumpati hidup karena masa lalu, ya kan?

Sudahlah, kubilang tidak apa-apa! Aku tidak perlu penjelasan-penjelasan klise tentang itu semua. Setidaknya, orang-orang di sekitarku--yang kupercayakan untuk membagi kisah hidup--tak akan merah telinganya mendengar kisahku yang terpaku masa lalu.

C'est la vie, sayang, c'est la vie. Itulah hidup!

Apa? Kau kecewa, ya, kehilangan salah satu mainanmu? Ya, kau kan pemain perasaan terbaik yang pernah kukenal. Ada yang salah?

Baik, baik. Tidak usah dipermasalahkan lagi. Sebagai gantinya, aku telah menitipkan rindu, sama seperti kau yang menitipkannya pada senja dan hujan.

Sudah, tidak perlu mengeluarkan puppy eyes-mu yang sering kau lakukan dulu. Ingatkan? Yang membuatku terlihat seperti anjing pada majikan? Haha... Bodoh sekali, ya, aku waktu itu.

Pantas saja kau jadi pemain perasaan paling hebat. Sepertinya mengasyikan melihatku--tunggu, apa sebutan mereka?--ah, buta akan cinta! Memang, schadenfreude--kesenangan di atas penderitaan orang lain--terkadang membuat kita bahagia. Ya, manusia kan makhluk egois.

Eh, maaf! Maaf! Aku malah membicarakan hal-hal lain. Yaa, kau tahulah. Mengenang adalah perasaan paling luar biasa yang bisa membuat seseorang hidup atau mengakhiri hidup.

Baik, seperti kataku tadi, aku menitipkan rinduku untukmu. Maka, ketika rindu merasuk, bawalah matamu pada kerlipnya bintang dan gelapnya malam. Di sana dapat kau temukan rindu dan hatiku yang tumbuh untukmu, walau kini ia sudah belajar merelakan.

Ngomong-ngomong, selamat tahun baru! Seperti biasanya, tahun baru untuk awal baru, bukan?:)