Kala itu aku sering memerhatikamu
yang selalu ada di pojokan perpustakaan, sedang membaca buku yang kau pegang
dengan asiknya. Aku sering membohongi teman-temanku saat ku bilang bahwa aku tidak pernah melihatmu tersenyum,
karena nyatanya aku sering melihatmu tersenyum dengan membaca buku. Buku
ensiklopedia yang hanya kau lihat gambarnya seakan memperlihatkanmu dunia, sedangkan buku Sherlock Holmes yang kau baca membuat
mukamu begitu serius, seakan bertandakan ‘Jangan
ganggu aku’.
Di sela-sela kau membaca, terkadang
kau menerawang. Matamu mengisyaratkan kepedihan hidup yang kau jalani saat itu,
lebam disekujur badanmu itu seakan menjadi bukti. Aku yang merasakan kepedihan
itu memberanikan diri menghampirimu, bertanya banyak hal agar bisa lebih
mengerti perasaanmu. Tapi tingkahku yang keterlaluan itu membuatmu risih dan
melempar bukumu padaku. Aku tersontak, tiba-tiba mataku berlinang
airmata.
“Aku cuma tanya, soalnya aku peduli. Aku suka merhatiin kamu sendirian,
aku mau temenin kamu soalnya kata mama aku harus ngasih senyuman ke semua
orang. Aku belum pernah liat kamu senyum, makanya aku mau ngasih senyuman buat
kamu.”
Kata-kata itu mengalir begitu
saja dari bibirku. Mama? Ah, orang yang meninggalkan aku dan ayah karena
keserakahannya akan harta itu mengapa masih saja aku ingat? Hatiku makin padih
ketika mengucapkannya. Tapi saat itu kau langsung menghampiriku dan mengucapkan
kata ‘maaf’ yang ku yakin dari
lubuk hatimu yang terdalam. Kau menghapus airmataku saat itu dan tersenyum.
“Nih liat, aku udah senyum kan? Kamu jangan nangis lagi dong, kan kamu
udah berhasil.”
Sejak saat itu kita selalu
bersama sebagai sahabat. Kau selalu ada untukku saat duka maupun duka,
begitupula sebaliknya. Sampai suatu ketika seorang temanku menghampiriku dan
menilai kedekatan kita sebagai sepasang kekasih. Aku awalnya hanya tertawa,
tapi lama kelamaan itu semua membuatku risih.
Aku memerhatikanmu lebih saksama,
dan ternyata benar. Pancaran sinar matamu mengisyaratkan ‘aku mencintaimu’ didalamnya. Aku tak bisa menerima itu semua,
karena aku memang hanya menganggapmu sebagai sahabat. Apakah itu saja tidak
cukup bagi hubungan kita?
Maaf, sekali lagi kukatakan maaf.
Aku tak ingin menghancurkan hubungan persahabatan yang selama ini kita bangun.
Maaf jika kau harus merasakan cinta sepihak, merasakan lagi hancurnya hati yang
sudah kau perbaiki. Maaf kalau aku terlalu egois dan mencintai pria lain di
hidupku. Maaf jika aku harus pura-pura tak tahu perasaanmu dan membuat
perasaanmu melambung ke angkasa.
Kumohon, carilah kebahagiaanmu
sendiri tanpaku. Buang semua rasa itu dari lubuk hatimu, dan kembalikan rasa
persahabatan itu. Bantu aku mengenyahkannya tanpa aku harus menjauhimu. Karena
aku yakin dan percaya, seiring waktu berjalan, kita akan mendapatkan yang
terbaik, untuk masing-masing dari kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar