Ketika mulut tak bisa berkata, maka kuungkapkan semua dalam rangkaian kata

Kamis, 12 Juni 2014

Tatapan Manis Di Tengah Lapangan Futsal


Aku menarik nafas panjang, benar-benar senang bisa kembali lagi ke tempat ini. Setelah sekian lama sepatuku yang sudah hampir 3 bulan tidak aku pakai ini akhirnya kembali menginjakan sebuah lapangan futsal yang ada didekat rumahku. Badanku yang mulai kaku kembali bergerak lincah mengejar bola yang menggelinding kesana kemari. Semangat berolahragaku mulai kembali menyergap. Ah, akhirnya...

Kali itu aku dan beberapa temanku akan bertanding kecil-kecilan dengan kakak kelas kami. Bukan sebuah pertandingan dengan wasit yang membawa peluit, tetapi dengan teriakan-teriakan kami mengejar bola. Bukan dengan sebuah peraturan yang harus ditaati, tetapi dengan kemauan dan keaktifan kami mengejar bola. Atau bukan juga dengan amarah karna saling menyikut, tetapi canda tawa karena gurauan-gurauan garing.

Detik demi detik berlalu. Titik-titik keringat mulai berjatuhan dan membasahi beberapa bagian tubuh kami. Kami tidak peduli dengan tampang kami saat itu, hanya kesenangan yang kami cari. Terlalu asik bermain dan tertawa, tak terasa sudah satu jam kami bermain. Kami mengambil time out dan keluar lapangan untuk mengambil minum. Beberapa anak laki-laki memasuki lapangan untuk bermain-main iseng. Aku melangkahkan kakiku menuju tasku, mengambil sebotol minuman didalamnya. Aku terdiam, berusaha mengembalikan nafasku yang terengah-engah.

Sepintas aku melihat anak laki-laki bermain. Benar-benar penuh tawa karena saat itu mereka bermain dengan bertelanjang kaki dan tidak memakai perlengkapan futsal lainnya.  Pandanganku tertuju pada satu anak laki-laki. Anak laki-laki yang mengisi hatiku saat ini, yang mampu membuat seluruh perhatianku tertuju padanya. Dia, satu-satunya membuatku melakukan hal-hal tolol demi mendapatkan perhatiannya.

 Merasa sudah cukup lama beristirahat, akhirnya permainan kembali dimulai. Operan-operan bola, lari-lari kecil, tawa, sampai rasa sakit terkena bola aku dapatkan. Dua jam sudah aku bermain dengan rasa lelah dan senang. Permainan kami berakhir dengan skor yang cukup banyak untuk kakak kelas. Yap, mereka memang memiliki rasa semangat yang lebih membara dibanding kami.

Kami keluar lapangan, bergantian dengan penyewa lainnya. Aku terduduk dengan botol minuman dalam genggamanku. Mataku yang minus tak dapat melihat waktu yang ditunjukkan jam yang ada beberapa meter disampingku. Yang jelas, saat itu langit sangat gelap dan titik-titik air berjatuhan dari langit.

Tiba-tiba tanpa sengaja tatapan aku dan anak laki-laki itu bertemu. Tetapi tatapan kami saat itu adalah tatapan kami seperti biasanya, tatapan yang membuat kami saling membuang muka dan pura-pura tak melihat satu sama lain. Aku pura-pura sibuk dengan ponselku dan dia pura-pura memerhatikan penyewa lain yang sedang bermain.

Tak berapa lama, dia dipanggil oleh salah satu dari penyewa lapangan. Ternyata si penyewa lapangan tersebut tidak punya lawan bermain sehingga ia mengajak beberapa teman laki-lakiku, termasuk dia, untuk bermain melawan si penyewa lapangan. Bermain gratis, siapa yang tidak mau?

Aku pura-pura tak memperhatikan mereka dan pura-pura berbincang dengan dua orang teman dekatku. Entah mengenai apapun itu, yang jelas kami tak pernah kehilangan topik pembicaraan. Sesekali aku melihat ke arah lapang yang ada di depanku, memerhatikan dia bermain yang dengan lincahnya menggiring bola kesana kemari, melihatnya berusaha mencetak gol, dan tawa renyahnya saat dia melakukan kesalahan.

Bel lapangan berbunyi, pengingat bahwa permainan telah berakhir. Satu per satu dari mereka mulai keluar dari lapangan. Aku tak begitu memperhatikannya saat itu, terlalu asik bercanda dan berbincang dengan beberapa anak laki-laki yang menggodaku dengan keringat mereka.

Aku baru ingat bahwa mereka masih menyewa lapangan tersebut satu jam. Aku lalu menahan kedua temanku untuk tetap disini, menonton anak laki-laki yang bermain lagi. Dengan muka pasrah akhirnya mereka mengiyakan. Dan lagi-lagi, kedua temanku mengajakku masuk ke dalam percakapan mereka, walau pandanganku tetap tertuju pada satu orang.

Merasa pandanganku semakin kabur dan tidak jelas, aku pun memakai kacamataku agar  bisa lebih jelas memperhatikannya. Tanpa sengaja, dia kemudian melakukan kesalahan saat itu, tidak mengoper bola pada temannya yang ada di depan gawang. Tanpa ku sadari, aku tertawa kecil ketika kejadian itu berlangsung, menghiraukan kedua temanku yang tetap dengan asiknya berbincang ini itu. Mungkin seakan merasa ada yang memperhatikannya, dia langsung menatap kearahku. Aku sontak kaget, tapi aku tidak berpaling seperti biasanya.

Entah aku yang berlebihan, tapi detik terasa berhenti saat kami bertatapan, layaknya hanya ada aku dan dia disana, walau kami harus terbatasi jaring antara tempat duduk penonton dan lapangan. Kami tidak saling menyimpulkan senyum manis yang menggoda, tapi akibat tawa yang sebelumnya terjadi membuat kami seakan saling tersenyum. Ditengah-tengah olahraga yang sama-sama kami sukai ini, mata kami bertemu, senyum yang secara tak sengaja tercipta menambah kesan-kesan manis didalamnya.

Akhirnya dia kembali bermain dan aku memalingkan wajahku. Jantungku berdebar-debar saat itu, tidak percaya dengan apa yang telah kami lakukan tadi. Aku kemudian berusaha masuk ke dalam percakapan kedua temanku, tapi pikiranku masih saja diliputi kejadian tadi. Aku sangat amat tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Mungkin untuk pertama kalinya kami tidak sengaja bertatapan tapi tidak saling membuang muka, melainkan kami tersenyum.

Permainan mereka berakhir dengan diiringi bunyi bel lapangan. Mereka pun keluar dari lapangan tersebut. Aku memperhatikan mereka, beberapa dari mereka ada yang saling berbincang, ada yang bercanda, ada juga yang hanya berjalan tertunduk karena kelelahan. Kami semua pun langsung membereskan barang-barang kami, karena waktu sudah menunjukan pukul setengah 9 malam.  

Aku harus mengantar temanku pulang saat itu karena dia tidak membawa kendaraan, maka akupun pamit duluan. Hari itu benar-benar luar biasa menyenangkan. Bukan hanya aku bertemu kembali dengan beberapa kakak kelas, atau aku yang kembali berolahraga, tapi hari itu sebuah kenangan kembali tercipta antara kami.

Sampai detik ini pun aku masih ingat hari itu.  Aku tidak tahu apa dia masih ingat kejadian ini, tapi yang pasti aku sangat bersyukur aku masih diberi kesempatan untuk bisa merasakan cinta. Mungkin menurut kalian ini hanyalah hal kecil, tapi hal kecil inilah yang menjadi sebuah kenangan yang tak bisa kulupakan: tatapan manis ditengah lapangan futsal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar