Aku menarik nafas panjang, benar-benar senang bisa kembali lagi ke tempat ini. Setelah sekian lama sepatuku yang sudah hampir 3 bulan tidak
aku pakai ini akhirnya kembali menginjakan sebuah lapangan futsal yang ada
didekat rumahku. Badanku yang mulai kaku kembali bergerak lincah mengejar bola
yang menggelinding kesana kemari. Semangat berolahragaku mulai kembali
menyergap. Ah, akhirnya...
Kali itu aku
dan beberapa temanku akan bertanding kecil-kecilan dengan kakak kelas kami.
Bukan sebuah pertandingan dengan wasit yang membawa peluit, tetapi dengan teriakan-teriakan
kami mengejar bola. Bukan dengan sebuah peraturan yang harus ditaati, tetapi
dengan kemauan dan keaktifan kami mengejar bola. Atau bukan juga dengan amarah
karna saling menyikut, tetapi canda tawa karena gurauan-gurauan garing.
Detik demi
detik berlalu. Titik-titik keringat mulai berjatuhan dan membasahi beberapa
bagian tubuh kami. Kami tidak peduli dengan tampang kami saat itu, hanya
kesenangan yang kami cari. Terlalu asik bermain dan tertawa, tak terasa sudah
satu jam kami bermain. Kami mengambil time out dan keluar lapangan untuk
mengambil minum. Beberapa anak laki-laki memasuki lapangan untuk bermain-main
iseng. Aku melangkahkan kakiku menuju tasku, mengambil sebotol minuman
didalamnya. Aku terdiam, berusaha mengembalikan nafasku yang terengah-engah.
Sepintas aku
melihat anak laki-laki bermain. Benar-benar penuh tawa karena saat itu mereka bermain
dengan bertelanjang kaki dan tidak memakai perlengkapan futsal lainnya. Pandanganku tertuju pada satu anak laki-laki. Anak laki-laki yang mengisi
hatiku saat ini, yang mampu membuat seluruh perhatianku
tertuju padanya. Dia, satu-satunya membuatku melakukan hal-hal tolol demi
mendapatkan perhatiannya.
Merasa
sudah cukup lama beristirahat, akhirnya permainan kembali dimulai.
Operan-operan bola, lari-lari kecil, tawa, sampai rasa sakit terkena bola aku
dapatkan. Dua jam sudah aku bermain dengan rasa lelah dan senang. Permainan
kami berakhir dengan skor yang cukup banyak untuk kakak kelas. Yap, mereka
memang memiliki rasa semangat yang lebih membara dibanding kami.
Kami keluar
lapangan, bergantian dengan penyewa lainnya. Aku terduduk dengan botol minuman
dalam genggamanku. Mataku yang minus tak dapat melihat waktu yang ditunjukkan
jam yang ada beberapa meter disampingku. Yang jelas, saat itu langit sangat
gelap dan titik-titik air berjatuhan dari langit.
Tiba-tiba
tanpa sengaja tatapan aku dan anak laki-laki itu bertemu. Tetapi tatapan kami
saat itu adalah tatapan kami seperti biasanya, tatapan yang membuat kami saling
membuang muka dan pura-pura tak melihat satu sama lain. Aku pura-pura sibuk
dengan ponselku dan dia pura-pura memerhatikan penyewa lain yang sedang
bermain.
Tak berapa
lama, dia dipanggil oleh salah satu dari penyewa lapangan. Ternyata si penyewa
lapangan tersebut tidak punya lawan bermain sehingga ia mengajak beberapa teman
laki-lakiku, termasuk dia, untuk bermain melawan si penyewa lapangan. Bermain
gratis, siapa yang tidak mau?
Aku pura-pura
tak memperhatikan mereka dan pura-pura berbincang dengan dua orang teman
dekatku. Entah mengenai apapun itu, yang jelas kami tak pernah
kehilangan topik pembicaraan. Sesekali aku melihat ke arah lapang yang ada di
depanku, memerhatikan dia bermain yang dengan lincahnya menggiring bola kesana
kemari, melihatnya berusaha mencetak gol, dan tawa renyahnya saat dia melakukan
kesalahan.
Bel lapangan
berbunyi, pengingat bahwa permainan telah berakhir. Satu per satu dari mereka
mulai keluar dari lapangan. Aku tak begitu memperhatikannya saat itu, terlalu
asik bercanda dan berbincang dengan beberapa anak laki-laki yang menggodaku
dengan keringat mereka.
Aku baru ingat
bahwa mereka masih menyewa lapangan tersebut satu jam. Aku lalu menahan kedua
temanku untuk tetap disini, menonton anak laki-laki yang bermain
lagi. Dengan muka pasrah akhirnya mereka
mengiyakan. Dan lagi-lagi, kedua temanku mengajakku masuk ke dalam percakapan
mereka, walau pandanganku tetap tertuju pada satu orang.
Merasa
pandanganku semakin kabur dan tidak jelas, aku pun memakai kacamataku agar bisa lebih jelas memperhatikannya. Tanpa
sengaja, dia kemudian melakukan kesalahan saat itu, tidak mengoper bola pada
temannya yang ada di depan gawang. Tanpa ku sadari, aku tertawa kecil ketika
kejadian itu berlangsung, menghiraukan kedua temanku yang tetap dengan asiknya berbincang
ini itu. Mungkin seakan merasa ada yang memperhatikannya, dia langsung menatap
kearahku. Aku sontak kaget, tapi aku tidak berpaling seperti biasanya.
Entah aku yang berlebihan, tapi detik terasa berhenti saat kami bertatapan, layaknya hanya ada aku dan dia disana, walau
kami harus terbatasi jaring antara tempat duduk penonton dan lapangan. Kami
tidak saling menyimpulkan senyum manis yang menggoda, tapi akibat tawa yang sebelumnya
terjadi membuat kami seakan saling tersenyum. Ditengah-tengah olahraga yang
sama-sama kami sukai ini, mata kami bertemu, senyum yang secara tak sengaja
tercipta menambah kesan-kesan manis didalamnya.
Akhirnya dia
kembali bermain dan aku memalingkan wajahku. Jantungku berdebar-debar saat itu,
tidak percaya dengan apa yang telah kami lakukan tadi. Aku kemudian berusaha
masuk ke dalam percakapan kedua temanku, tapi pikiranku masih saja diliputi
kejadian tadi. Aku sangat amat tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Mungkin untuk pertama kalinya kami tidak sengaja bertatapan tapi tidak
saling membuang muka, melainkan kami tersenyum.
Permainan
mereka berakhir dengan diiringi bunyi bel lapangan. Mereka pun keluar dari
lapangan tersebut. Aku memperhatikan mereka, beberapa dari mereka ada yang
saling berbincang, ada yang bercanda, ada juga yang hanya berjalan
tertunduk karena kelelahan. Kami semua pun langsung membereskan barang-barang
kami, karena waktu sudah menunjukan pukul setengah 9 malam.
Aku harus
mengantar temanku pulang saat itu karena dia tidak membawa kendaraan, maka akupun pamit duluan. Hari itu benar-benar luar biasa menyenangkan. Bukan hanya aku bertemu kembali dengan beberapa kakak kelas, atau aku yang kembali berolahraga, tapi hari itu sebuah kenangan kembali tercipta antara kami.
Sampai detik
ini pun aku masih ingat hari itu. Aku tidak tahu apa dia masih ingat kejadian ini, tapi yang pasti aku sangat bersyukur aku masih diberi kesempatan untuk bisa merasakan cinta. Mungkin menurut kalian ini hanyalah hal kecil, tapi hal kecil inilah yang menjadi sebuah kenangan yang tak bisa kulupakan: tatapan manis ditengah lapangan
futsal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar